Salafiy Versi Rasmiyyah
Oleh Acad Syahrial
Dahulu ketika Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb رحمه الله berda’wah di Jazirah ‘Arab, maka da’wah beliau itu adalah untuk memberantas kesyirikan, kebid‘ahan, dan segala macam bentuk penyimpangan dari Islâm dan Sunnah sebagaimana yang dipahami dan di‘amalkan oleh para Shohâbat رضي الله عنهم.
Da’wah Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb رحمه الله dilanjutkan di Indonesia pada masa ketika rakyat Indonesia sedang berjuang untuk memerdekakan diri dari kolonialisme kaum kuffar Belanda, terutamanya oleh:
① Syaikh Ahmad Dahlan رحمه الله dengan organisasi Muhammadiyah-nya yang didirikan pada tahun 1912, yang tenar dengan giatnya dalam memberantas TBC (Tahayul – Bid‘ah – Churofat) di masyarakat. Muhammadiyah dikenal dengan barisan ‘ulamâ’ pejuang seperti KH Mas Mansyur, KH Bagoes Hadikoesoemo, Buya AR Sutan Mansoer, dan KH AR Fakhruddin رحمهم الله.
② Syaikh Ahmad ibn Muhammad asy-Syurkatiy al-Anshoriy yang mendirikan organisasi al-Irsyad pada tahun 1914.
③ Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus رحمهم الله yang mendirikan PERSIS (Persatuan Islam) pada tahun 1923, yang terkenal dengan ‘ulamâ’ besarnya seperti Syaikh Ahmad Hassan, Buya Muhammad Isa Anshariy, dan Buya Muhammad Natsir رحمهم الله.
Adalah eksponen dari ketiga organisasi besar itulah yang begitu besar jasanya terhadap proses kemerdekaan negeri ini.
Namun sejak 2000an (atau sebenarnya mulai pada di awal 90an), muncullah suatu varietas ekstrim yang radikal dari “Wahabi” yang mengklaim bahwa merekalah yang pertama mengusung Sunnah.
Kenapa dikatakan ekstrim…?
Karena gerombolan itu kerjanya malah memberantas “sesama Wahabi” demi mengokohkan atau mensejatikan dirinya sebagai satu-satunya “Salafiy” yang resmi.
Ekstrim itu bukanlah karena mereka berjenggot, celana tidak isbal, atau berjilbab lebar… tetapi mereka ekstrim karena ciri-ciri berikut:
⑴ Memvonis selain dari kelompoknya sebagai “firqoh hâlikah” yang 72 golongan dengan mengeluarkan dari Ahlus-Sunnah siapapun yang menyelisihi pendapat gerombolannya.
⑵ Merasa bahwa gerombolannya lah yang paling nyunnah, yang lain ahlul bid‘ah.
⑶ Tidak mau hadir di majlis selain dari majlis gerombolannya dengan alasan tak boleh duduk dengan ahlul bid‘ah.
⑷ Menganggap kebenaran, kebijakan, dan adab, hanya berasal dari ustadz gerombolannya, sedang yang lain hanya “sok bijak” dan “tidak ada adab”. Apalagi perkataan the “Godfathers”, maka itu layaknya perkataan Nabiyullôh yang ma’shum yang tak boleh dipertentangkan apalagi dipertanyakan.
⑸ Hobby mengghibah (dengan alasan ghibah yang diperbolehkan), membully, dan menjatuhkan kehormatan Muslim yang berbeda pendapat dengan mereka, khususnya terhadap ustadz yang mereka anggap Khowârij. Akan tetapi ketika dibalas, langsung akan pasang posisi terzhôlimi (atau: playing victim).
Adapun yang paling berbahaya dari gerombolan ini adalah mereka memandulkan peran ummat Islâm di dalam politik & sosial-kemasyarakatan dengan alasan aneh “berorganisasi itu adalah bid‘ah”.
Mereka juga meniadakan amar ma’ruf nahyi munkar terhadap Hukkam dengan alasan mengkritik penguasa itu adalah pemberontakan.
Itulah hakikatnya gerombolan “Rasmiyyah” tersebut… dan kenapa disebut dengan Rasmiyyah adalah karena ciri-ciri di atas, yaitu hanya gerombolan merekalah yang “resmi”, sedangkan orang lain illegal.
Mereka lupa akan hakikat perjuangan Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb رحمه الله, yaitu memberantas penyakit kesyirikan, kebid‘ahan, dan penyimpangan dari Sunnah Nabî sebagaimana yang dipahami dan di‘amalkan para Salafush Shôlih. Penyakit yang juga menjangkiti kaum Muslimîn di negeri ini.
Kita berdo‘a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ
(allôhumma inni as-alukal huda was sadâd)
(arti) “Wahai Allôh, kami meminta kepada-Mu petunjuk dan kebenaran.”
Dahulu ketika Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb رحمه الله berda’wah di Jazirah ‘Arab, maka da’wah beliau itu adalah untuk memberantas kesyirikan, kebid‘ahan, dan segala macam bentuk penyimpangan dari Islâm dan Sunnah sebagaimana yang dipahami dan di‘amalkan oleh para Shohâbat رضي الله عنهم.
Da’wah Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb رحمه الله dilanjutkan di Indonesia pada masa ketika rakyat Indonesia sedang berjuang untuk memerdekakan diri dari kolonialisme kaum kuffar Belanda, terutamanya oleh:
① Syaikh Ahmad Dahlan رحمه الله dengan organisasi Muhammadiyah-nya yang didirikan pada tahun 1912, yang tenar dengan giatnya dalam memberantas TBC (Tahayul – Bid‘ah – Churofat) di masyarakat. Muhammadiyah dikenal dengan barisan ‘ulamâ’ pejuang seperti KH Mas Mansyur, KH Bagoes Hadikoesoemo, Buya AR Sutan Mansoer, dan KH AR Fakhruddin رحمهم الله.
② Syaikh Ahmad ibn Muhammad asy-Syurkatiy al-Anshoriy yang mendirikan organisasi al-Irsyad pada tahun 1914.
③ Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus رحمهم الله yang mendirikan PERSIS (Persatuan Islam) pada tahun 1923, yang terkenal dengan ‘ulamâ’ besarnya seperti Syaikh Ahmad Hassan, Buya Muhammad Isa Anshariy, dan Buya Muhammad Natsir رحمهم الله.
Adalah eksponen dari ketiga organisasi besar itulah yang begitu besar jasanya terhadap proses kemerdekaan negeri ini.
Namun sejak 2000an (atau sebenarnya mulai pada di awal 90an), muncullah suatu varietas ekstrim yang radikal dari “Wahabi” yang mengklaim bahwa merekalah yang pertama mengusung Sunnah.
Kenapa dikatakan ekstrim…?
Karena gerombolan itu kerjanya malah memberantas “sesama Wahabi” demi mengokohkan atau mensejatikan dirinya sebagai satu-satunya “Salafiy” yang resmi.
Ekstrim itu bukanlah karena mereka berjenggot, celana tidak isbal, atau berjilbab lebar… tetapi mereka ekstrim karena ciri-ciri berikut:
⑴ Memvonis selain dari kelompoknya sebagai “firqoh hâlikah” yang 72 golongan dengan mengeluarkan dari Ahlus-Sunnah siapapun yang menyelisihi pendapat gerombolannya.
⑵ Merasa bahwa gerombolannya lah yang paling nyunnah, yang lain ahlul bid‘ah.
⑶ Tidak mau hadir di majlis selain dari majlis gerombolannya dengan alasan tak boleh duduk dengan ahlul bid‘ah.
⑷ Menganggap kebenaran, kebijakan, dan adab, hanya berasal dari ustadz gerombolannya, sedang yang lain hanya “sok bijak” dan “tidak ada adab”. Apalagi perkataan the “Godfathers”, maka itu layaknya perkataan Nabiyullôh yang ma’shum yang tak boleh dipertentangkan apalagi dipertanyakan.
⑸ Hobby mengghibah (dengan alasan ghibah yang diperbolehkan), membully, dan menjatuhkan kehormatan Muslim yang berbeda pendapat dengan mereka, khususnya terhadap ustadz yang mereka anggap Khowârij. Akan tetapi ketika dibalas, langsung akan pasang posisi terzhôlimi (atau: playing victim).
Adapun yang paling berbahaya dari gerombolan ini adalah mereka memandulkan peran ummat Islâm di dalam politik & sosial-kemasyarakatan dengan alasan aneh “berorganisasi itu adalah bid‘ah”.
Mereka juga meniadakan amar ma’ruf nahyi munkar terhadap Hukkam dengan alasan mengkritik penguasa itu adalah pemberontakan.
Itulah hakikatnya gerombolan “Rasmiyyah” tersebut… dan kenapa disebut dengan Rasmiyyah adalah karena ciri-ciri di atas, yaitu hanya gerombolan merekalah yang “resmi”, sedangkan orang lain illegal.
Mereka lupa akan hakikat perjuangan Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb رحمه الله, yaitu memberantas penyakit kesyirikan, kebid‘ahan, dan penyimpangan dari Sunnah Nabî sebagaimana yang dipahami dan di‘amalkan para Salafush Shôlih. Penyakit yang juga menjangkiti kaum Muslimîn di negeri ini.
Kita berdo‘a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ
(allôhumma inni as-alukal huda was sadâd)
(arti) “Wahai Allôh, kami meminta kepada-Mu petunjuk dan kebenaran.”
No comments:
Post a Comment