Sebutir Kerikil Kecil
Secara pribadi gue gak suka dengan pemerintahan sekarang, adapun
alasannya bukan kewajiban gue untuk membeberkannya dimuka umum.
Sekalipun gue kagak menyukainya, bukan berarti gue boleh dengan seenaknya mengungkapkan ketidaksukaan tersebut dalam bentuk kritik, celaan atau bahkan hinaan. Bukan karena gue menganggapnya seorang yg ma'shum, bebas dr kesalahan & kekeliruan, bukan pula karena menganggap perbuatan tersebut bakalan bikin gue terjatuh menjadi seorang khowarij, akan tetapi karena gue menyadari 3 hal:
1. Setiap kritik, celaan dan hinaan yg gue tulis dimari gak sedikitpun membawa perubahan selain hanya menambah kerasnya hati.
2. Tidak ada jaminan bahwa setiap kritik yg gue tulis dimari bakalan nyampe ke hadapan sang pemimpin.
3. Ini yang terpenting: gue gak mau apa yang keluar dari lisan gue ini menjadi sebutir kerikil kecil yg dilemparkan ke atas gunung, mengenai batu kecil kemudian batu kecil tersebut menggelinding menabrak batuan yg lebih besar, demikian seterusnya hingga akhirnya gunung itu longsor menimbun lembah yg penuh dengan manusia dibawahnya.
Bisa saja gue berkeyakinan bahwa apa yg gue lakukan adalah karena niat baik, mengungkap fakta dan kebenaran tentang bobroknya keadaan pemerintahan saat ini, mengajak orang lain agar mereka selamat dari kedzalimannya, BUKAN mengajaknya untuk memberontak apa lagi melengserkannya.
Namun siapa yang bisa jamin jika di pengadilan akherat kelak tidak akan ada seseorang yang ditanya kenapa ia memberontak dan membuat kerusakan di muka bumi ini lalu ia menjawab: "yaa Rabb, sesungguhnya aku melakukan ini karena si fulan berkata begini, begini dan begini. Seandainya ia tidak berkata demikian, tentulah aku tidak akan terdorong untuk melalukan pemberontakan dan berbuat kerusakan." Dan fulan itu adalah gue?
Aah... bisa saja gue berdalil dengan ucapan para ulama yang menjadi pembenaran atas setiap ucapan gue.
Tapi,
bagaimana jika kemudian mereka berlepas diri dari gue lalu mereka berkata: "memang benar ya Rabb, si fulan itu memang mengambil ilmu dariku, mempelajari kitab-kitab yg telah kutulis dalam rangka menegakkan kalimat-Mu. Namun kami berlepas diri darinya karena apa yg ia pahami dari kami tidaklah sama sebagaimana yang kami maksudkan." Lalu mereka beramai-ramai menuntut gue karena telah berdusta atas nama mereka.
Hmm... Gue bisa juga berlepas diri dari si pembuat kerusakan tersebut dan ngebela diri sebagaimana yg dilakuin oleh ulama-ulama.
Tapi, siapalah gue? Ulama-ulama tersebut berijtihad dengan ilmu yg mereka pahami, adapun gue bisa jadi hanya sekedar meluapkan kekesalan dan kekecewaan belaka, memperturutkan hawa nafsu, lantas bagaima gue mau berlepas diri?
Dan pada akhirnya gue menjadi seorang yg bangkrut hanya karena sebutir kerikil kecil.
Di tulis oleh Abdul Amin Hakim Amrullah
Sekalipun gue kagak menyukainya, bukan berarti gue boleh dengan seenaknya mengungkapkan ketidaksukaan tersebut dalam bentuk kritik, celaan atau bahkan hinaan. Bukan karena gue menganggapnya seorang yg ma'shum, bebas dr kesalahan & kekeliruan, bukan pula karena menganggap perbuatan tersebut bakalan bikin gue terjatuh menjadi seorang khowarij, akan tetapi karena gue menyadari 3 hal:
1. Setiap kritik, celaan dan hinaan yg gue tulis dimari gak sedikitpun membawa perubahan selain hanya menambah kerasnya hati.
2. Tidak ada jaminan bahwa setiap kritik yg gue tulis dimari bakalan nyampe ke hadapan sang pemimpin.
3. Ini yang terpenting: gue gak mau apa yang keluar dari lisan gue ini menjadi sebutir kerikil kecil yg dilemparkan ke atas gunung, mengenai batu kecil kemudian batu kecil tersebut menggelinding menabrak batuan yg lebih besar, demikian seterusnya hingga akhirnya gunung itu longsor menimbun lembah yg penuh dengan manusia dibawahnya.
Bisa saja gue berkeyakinan bahwa apa yg gue lakukan adalah karena niat baik, mengungkap fakta dan kebenaran tentang bobroknya keadaan pemerintahan saat ini, mengajak orang lain agar mereka selamat dari kedzalimannya, BUKAN mengajaknya untuk memberontak apa lagi melengserkannya.
Namun siapa yang bisa jamin jika di pengadilan akherat kelak tidak akan ada seseorang yang ditanya kenapa ia memberontak dan membuat kerusakan di muka bumi ini lalu ia menjawab: "yaa Rabb, sesungguhnya aku melakukan ini karena si fulan berkata begini, begini dan begini. Seandainya ia tidak berkata demikian, tentulah aku tidak akan terdorong untuk melalukan pemberontakan dan berbuat kerusakan." Dan fulan itu adalah gue?
Aah... bisa saja gue berdalil dengan ucapan para ulama yang menjadi pembenaran atas setiap ucapan gue.
Tapi,
bagaimana jika kemudian mereka berlepas diri dari gue lalu mereka berkata: "memang benar ya Rabb, si fulan itu memang mengambil ilmu dariku, mempelajari kitab-kitab yg telah kutulis dalam rangka menegakkan kalimat-Mu. Namun kami berlepas diri darinya karena apa yg ia pahami dari kami tidaklah sama sebagaimana yang kami maksudkan." Lalu mereka beramai-ramai menuntut gue karena telah berdusta atas nama mereka.
Hmm... Gue bisa juga berlepas diri dari si pembuat kerusakan tersebut dan ngebela diri sebagaimana yg dilakuin oleh ulama-ulama.
Tapi, siapalah gue? Ulama-ulama tersebut berijtihad dengan ilmu yg mereka pahami, adapun gue bisa jadi hanya sekedar meluapkan kekesalan dan kekecewaan belaka, memperturutkan hawa nafsu, lantas bagaima gue mau berlepas diri?
Dan pada akhirnya gue menjadi seorang yg bangkrut hanya karena sebutir kerikil kecil.
Di tulis oleh Abdul Amin Hakim Amrullah
No comments:
Post a Comment